MALAM 17 RAMADHAN MALAM LAILATUL QADAR
Bagi sedulur yang ada di Pati dan sekitarnya, Malam Lailatul Qadar besok Insya Allah kita bisa bertemu di makam Syekh Jangkung Landoh Kayen, dengan agenda acara ritual seperti biasa untuk memuliakan malam yang penuh dengan kesejahteraan.
“Tepatnya tanggal berapa yi...?” “Yaa tanggal Lailatul Qadar”. Tanggal Lailatul Qadar itu kan malaam-malam tanggal ganjil di 10 akhir pada bulan Ramadhan yi? “Masa...! apakah iya...!”
“Menurut para leluhur kita tempoe doeloe, malam lailatul qadar itu jatuh pada malam-malam ganjil di sepertiga akhir bulan Ramadhan yakni pada tanggal 21, 23, 25, 27 dan 29”. “Itukan versi leluhur kita yang kebingungan kala itu...! Sekarang biar tidak bingung, tanggal-tanggal itu disebut sebagai Musthikaning Sasi, yang mana bola energi besar turun dalam setiap bulannya.“
Malam Lailatul Qadar itu tidak lain adalah Peletakan Batu Pertama Syari’at Islam. Yang namanya Peletakan Batu Pertama itu sepanjang dunia ini ada, maka ia hanya terjadi Satu Kali Saja. Dengan demikian malam itu tidak pernah digantikan oleh malam-malam yang lain, yakni malam ke-17 di tiap-tiap Bulan Ramadhan”.
Dalam sruat Al-Qodr Allah berfirman yang kesimpulannya “Siapa saja yang mau mengikuti ajaran dari petletakan batu pertama itu, maka pahalanya akan dilipat gandakan hingga seribu bulan. “Sesungguhnya Allah telah menurunkan Al-Qur’an pada Malam Lilatul Qadar””
Nah...! sekarang, Kapankah malam lailatul Qadar itu? Yaitu saat Grand Opening Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu telah diluncurkan pertama kalinya di alam semesta ini”.
Seluruh Ulama’ di dunia ini sepakat bahwa Al-Qur’an di turunkan tepat pada malam 17 Ramadhan. Supaya tidak keliru, sampai-sampai Allah mengingatkan kita sebagai tetenger (pertanda) bahwa pada malam 17 Ramadhan itu Yaumaltaqol jam’iyan : Saat dua pasukan bertempur, yakni saat Perang Badar yang jatuh tepat pada tanggal 17 Ramadhan”.
Yang demikian tadi, Allah menggunakan metode kuno agar kita mudah mengingatnya. Sama seperti leluhur kita dulu, kalau mengingat-ingat kejadian masa lalu, pasti dihubungkan dengan kejadian apa atau saat yang bagaimana, begitu. Contoh, Saya membangun pondok ini saat orang-orang belanda memasang rel keretanya di wilayah ini dan ini, misalnya”.
Jadi, Malam Lailatul Qadar itu hanya terjadi sekali saja, yakni +1400 tahun silam, yaitu ketika Sayyidina wa Maulana Muhammad ﷺ diangkat menjadi Nabi dan Rasul, tepatnya pada malam 17 Ramadhan. Barang siapa yang mau mengikuti ajaran malam Lailatul Qadar, yakni turunnya wahyu pertama dari Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu (Al-Qur’an), maka pahalanya akan l di lipatgandakan hingga seribu bulan.
Adapun sepuluh akhir tiap-tiap malam ganjil di bulan Ramahan itu, tentunya para Arif Billah itu sering mengalami turunya energi besar yang turun di langit bumi, dan malam-malam itu kamimenyebutnya sebagai Musthikaning Sasi (malam-malam mulia).
Contoh, jika kita lelaku selama 7 hari, rata-rata turunnya petunjuk / wahyu/ keanugerahan agung rata-rata turun pada malam ke-5 / malam ke-7. Jika kita lelaku selama sebulan, maka rata-rata energi besar terjadi pada malam 21/23/25 ini agak langka, kebanyakan energi besar turun pada malam ke-27 dan ke-29. Sedangkan malam ke-30 sudah kosong, artinya wahyu sudah habis. Jika kita lelaku selama 40 hari, maka rata-rata turunnya musthika agung itu pada malam 35/27/39.
Jadi, jikalau membahas tentang lailatul Qadar, kita harus mengikuti sama yang membuat Lailatul Qadar. Firman Allah mengenai Malam Lailatul Qadar hanya dibahas pada satu surat saja, yakni di surat Al-Qodr.
Maka dari itu, tidak sepantasnya kita melangkahi Al-Qur’an. Al-Qur’an sendiri berbunyi Inna Anzalnahu Fi Lailatil Qodr “Sesungguhnya Kami (Allah) telah menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar”. Dengan dasar inilah kita wajib mengikutinya, tanpa harus membuat alasan sendiri.
Sekarang sudah tidak bingung lagi kan...? jadi, 10 hari terakhir tiap bulan itu namanya Musthikaning Sasi. Siapa saja yang lelaku tapa brata bertepatan dengan tanggal-tanggal ini, maka wadahnya akan terbuka dan seluruh ciptanya bakal terwujud. Seperti Raden Bagus Harun, pas tanggal 27 Ramadhan, sumurnya muncrat. Nah... inilah energi keanugrahan telah turun, yang mengartikan bahwa semua hajatnay telah terkabulkan saat beliau ingin memiliki keturunan seorang Ulama’ yang sekaligus sebagai seorang raja. Karena beliau ini orang kuno, orang yang hidup di zaman dahulu menganggap kejadian-kejadian aneh bin ajaib disebut sebagai Lailatul Qadar.
Lha sekarang kita harus tahu, harus membenarkan barang yang kurang pas, sebab leluhur kita juga manusia yang memiliki sifat salah dan lupa. Adapun para Ulama’ seharusnya juga tahu akan hal ini, bahwa malam Lailatul Qadar yang mereka katakan itu jatuh pada sepertiga malam akhir tiap-tiap bualan Ramadhan itu beda dengan malam Lailatul Qadarnya turunnya Qur’an. Mereka tidak bingung, lha orang umum ini yang bingung.
Agar kita tidak bingung jumbuh dengan Lailatul Qadar yang di Firmankan oleh Allah, kita beri tanda malam-malam ganjil di sepertiga akhir sebagai Musthikaning Sasi. Karena Lailatul Qadar itu memuat ajaran yang maha dahsyat sebagai peletakan batu pertama syariat Islam. sedangkan Musthikaning Sasi adalah kanugrahan yang turun sesuai kehendak kawula dengan Gustinya, entah agamanya itu apa, yang penting dia mau lelaku tapa brata, pasti turunnya keanugerahan tanggal-tanggal diatas.
Lalu bagaimana dengan hadits-hadist berikut ini?
1. Sungguh aku diperlihatkan lailatul Qadar. Kemudian jika aku dilupakan atau lupa, maka carilah ia di sepuluh malam terakhir, pada malam-malam yang ganjil (Muttafaq Alaih)
2. Carilah Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil dai sepuluh hari terakhir Ramadhan (H.R. Bukhari)
3. Seseorang bermimpi bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam kedua puluh tujuh. Maka Nabi ﷺ bersabda “Aku melihat mimpi kalian bertemu pada sepuluh hari terakhhir, maka hendaklah ia mencarinya (Lailatiul Qadar) pada malam-malam ganjil (H.R. Muslim)
4. Carilah ia lailatul Qadar di sepuluh malam terakhir, jika salah seorang dari kalian lemah atau tidak mampu, maka janganlah ia kalah di tujuh malam terakhir (H.R. Muslim)
5. Ubay bin Kaab berkata “Demi Allah yang taiada Tuhan melainkan Dia. Sesungguhnya ia (Lailatul Qadar) terjadi di bulan Ramadhan. Dan demi Allah, Sesunggunya aku mengetahui malam itu. Ia adalah malam yang Rasulullah memerintahkan kami untuk qiyamullail, yaitu malam kedua puluh tujuh. Dan sebagai tandanya adalah pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya putih yang tidak bersinar-sinar menyilaukan” (H.R. Muslim)
Untuk perkara sebesar Lailatul Qadar dan juga yang lainnya. Jika terjadi perbedaan sangat tajam yang terkesan tumpang tindih. Maka yang harus didahulukan adalah :
1. Dahulukan yang Qoth’yyul Qurud (Al-Qur’an) karena tidak mungkin terjadi kesalahan didalamnya. Begitu al-Qur’an turun, Nabi ﷺ langsung meminta sahabat untuk menuisnya.
2. Baru kemudian dhonniyul Wurud (Al-Hadits) yang pembukuannya terjadi pada masa generasi Tabi’in. Artinya rawan terjadi kekeliruan karena bentangan turunnya hadits dan penulisannya sangat jauh
Yang jelas, kita tidak bisa mendahulukan hadits ketimbang Al-Qur’an. Maka, tentang Hadits-Hadits diatas saja semua jadi bingung. Karema matan Haditsnya (isi haditsnya) memang beda antar perawi satu dengan perawiyang lainnya. Yang perlu diketahui adalah, selama di dalam Al-Qur’an sudah jelas, maka tidak perlu adanya penjelasan dari Hadits lagi, karema fungsi dari hadits adalah :
1) Sebagai taukid atau menguatkan Al-Qur’an
2) Sebagai Syarah atau penjelasan terhadap Al-Qur’an
3) Menetpkan hukum manakala Al-Qur’an tidak secara jelas menerangkan sebuah hukum.
Sedangkan mengenai Lailatul Qadar itu sudah sangat jelas, yaitu dalam surat Al-Qodar ayat 1 : “ إنا أنزلناه فى ليلة القدر” artinya “Sesungguhnya Kami mnurunkan Al-Qur’and di malam Lailatul Qadar” dan Allah tidak menggunakan kata yang lainnya. Maka hadits-hadits diatas tidak bisa menggantikan makna sudah shorih atau sudah sangat jelas diterankan didalam Al-Qur’an.
Disinilah kita perlu dan bahkan wajib mempelajari ilmu Mustholah Hadits atau ilmu Diroyah Hadits, sehingga kita tahu posisi hadits itu bagaimana dalam Islam. hadits-hadits diatas ini termasuk Ushul (pokok) atau Furu’ (cabang), jikalau masuk pada bagian Ushul, upayakan jangan menggunakan Hadits terlebih dahulu, daripada bikin ruwet nantinya. Kalau masalah Furu’ (ilmu cabang), silahkan pakai hadits, dengan syarat wajib menggunakan hadits yang minimal Mutawattir dan jangan menggunakan hadits yang kelas Ahad. Lha kalau untuk babagan fadhoilul A’mal (keutamaan-keutamaan amal) silakan menggunakan Hadits-Hadits yang kelas Ahad, tapi harus dijelaskan bahwa ini Hadits Ahad, jangan asal njeplak.
Kenapa kita harus ketat? Karena Hadits-hadits tidak bisa menggantikan Al-Qur’an, karena sekuat apapun Haditsnya tetaplah Dhonniyyul Wurud. Makannya Imam besar hadits Syekh Imam Bukhori sangat hati-hati dalam hal ini.
Satu hal lagi tentang kitab-kitah kuno. Jika dalam banyak hal sering tabrakan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, maka kitab itu jangan dikaji. Contoh seperti kitab Daqo’iqul Akhbar dan sejenisnya.
Saran saya, jika ada perelisihan yang sama kuatnya, tetap diam, jangan saling menyalahkan satu sama lainnya, agar sesama muslim tetap guyup rukun.
Maruta, 62 Kawignyan 1 Y
Rabu Kliwon, 30 Mei 2018 M. / 14 Ramadhan 1439 H.
Yaa Hayyu (Yang Maha Menghidupkan)
0 Response to "MALAM LAILATUL QADAR HANYA TERJADI SEKALI SAJA"
Post a Comment