PRAKTIK NANG, NING DAN NUNG DALAM SOSRO JALMO

SOSRO JALMO ITU MENGHENINGKAN CIPTA
Sosro Jalmo merupakan lanjutan dari Sedulur Papat Limo Pancer. Dalam melaksanakan Sosro Jalmo tidak ada yang dibaca, bacaan itu hanya berupa kembangan saja, intinya pada manah (menyatukan cipta, karya dan karsa) menciptakan, membentuk / mewujudkan dan menginginkan. Maka, jangan heran jika suatu saat anda ingin bertemu dengan diri anda sendiri dan anda tidak perlu takut. Saat dia (anda sendiri) masih berupa mayat yang terbungkus oleh kain kafan yang tiba-tiba mendatangi anda dan ingin memeluk anda. Jika anda takut dan lari, maka ia pun akan mengejar anda, maka terjadilah kejar-kejaran.



Belum lagi saat ada aroma busuk disekitar anda, mungkin anda bisa muntah-muntah seketika. Makannya...! jangan pernah membenci diri sendiri, membenci tubuh anda sendiri, karena kita ini sedang berjuang bersama-sama, jangan sampai ada salah satu dari diri kita ini saling membenci. Ini baru yang namanya belajar berbuat keadilan. Adil terhadap diri sendiri sebagai langkah awalnya. Sejelek-jeleknya kita, ya itu adalah kita sendiri. Kalau mereka (diri kita sendiri) tidak di rawat dan tidak diperhatikan maka imbasnya kita akan menjadi monster beneran. Akhirnya wujud lahiriyahnya berlaku kejam dan tidak punya rasa kasih sayang dan rasa kemanusiaan antar sesama. Ini mewujudkan perilaku yang melebihi iblis namanya.
Yang kejam, yang suka membentak, yang suka emosional, itu bukan siapa-siapa, itu adalah diri kita sendiri. Orang yang modelnya seperti ini tidak akan pernah sakti. Kuncinya, kuasai diri sendiri terlebih dahulu baru yang lainnya akan tunduk dengan sendirinya.
Saat kita sudah bisa menguasai diri sendiri mata kita adalah Penglihatan Allah. kehendak kita adalah kehendak Allah. maka semua akan tunduk pada kita, dan dhemit pun pasti takut dengan kita.
Tapi jika kita sudah takut dengan Allah, belatung pemakan bangkai pun akan takut sama kita, sehingga kelak kalau kita sudah mati pun, tubuh kita akan tetap utuh. Dan sebaliknya, jika kita tidak punya rasa takut kepada Allah, belatung makhluk yang paling lemah saja tidak akan takut dengan kita, sehingga tubuh kita habis dimakan belatung di alam kubur.  
Sedikit tentang ENING.
Ening... mengheningkan cipta hingga mati raga, itu berarti fikiran sudah masuk di alam Alfa. Ini metode yang sangat bagus untuk menemukan pasangan diri/ jati diri. Begitu pasangan kita sudah terbentuk, baru akan mengeluarkan stroom.
Tidak setiap Ening bisa melipat bumi. Contoh, permainan Jaranan Jawa Timuran  kalau di DIY disebut Jhatilan itu adalah perwujudan Ening. Kalau Ening dalam Jhatilan ini benar-benar diresapi maka pelakunya bisa-bisa kesurupan, tapi mereka tidak bisa melipat bumi, karena kedua kutub positif dan negatif tidak ada, alias tidak dhonk.
Para leluhur kita juga tidak dhonk, mereka menang praktik saja.lah kita ini sudah faham, namun tidak pernah mempraktikkannya. Leluhur kita butuh puluhan tahun untuk bisa melipat bumi. Lhaa dengan Sosro Jalmo, sekarang tidak butuh waktu lama lagi. Cara praktiknya harus menguasai ilmu Grayang Praba terlebih dahulu, ini untuk lipat bumi.
Jadi, kuncinya adalah keseimbangan. Makannya, yang namanya Thoyyul Ardhi/ lipat bumi tiba-tiba pikiran kita hilang “lap” lalu tersadar lagi begitu seterusnya.
Setidaknya ada 12 persendian yang harus kita garap secara rutin untuk mencapai hasil maksimal dari sebuah latihan Sosro Jalmo. ini disebabkan karena hubungan lahir batin sangat erat, setara dengan hubungan dunia akhirat. Artinya, kedua hubungan ini tidak bisa dilepaskan. Maka, pijat adalah solusi untuk kelainan seperti keseleo atau penyembuhan ragam penyakit dan bukan untuk melemaskan dan menyehatkan  organ tubuh orang sehat. Jika otot-otot kita sudah lentur, maka akan lebih mudah untuk proses Grayang Praba / Bekso Rerangin.
Kenapa Bekso Rerangin? Jawabnya adalah untuk belajar menuju kesadaran pada level sell-sell di tubuh kita. Karena energi berangkat dari level sell dan terus meningkat. Latihan Grayang Praba yang maksimal adalah setidaknya dua orang. Karena kalau seorang diri maka akan sulit untuk mendeteksinya.
Caranya : Kita niatkan untuk menyatukan seluruh potensi yang ada di dalam jiwa raga kita dengan teman. Kemudian kita berjalan bareng tanpa bicara sepatah kata pun. Nah, pada saat ada pertigaan atau perempatan, kita lihat, sudah singkron atau belum? Jika kesamaan niat dan praktiknya (keselarasan antar ke dua orang) sudah teruji berulang kali maka cukup latihan sendiri, baik dengan menggunakan Wihdatul Alam (WA), bersopana atau ritual apapun yang berlandaskan Sosro Jalmo tentunya.
Demikian adalah cara termudah tingkat ke tiga setelah NENG dan NING yang kemudian di lanjut dengan latihan NUNG. Dengan metode Grayang Praba ini diharapkan akan adanya kepekaan sampai ke tingkat sell.
Khalifah Umar bin Khattab secara berkala berjalan-jalan ke kampung juga dalam rangka ini. Eyang kita (Syekh Jangkung) juga sama. Pada malam hari beliau berjalan-jalan ke kampung-kampung juga dalam rangka ini. Kemana kaki berjalan? Ia akan mengarahkan kita kepada kita bahwa ada yang butuh uluran tangan kita. Maka inilah yang disebut dengan NUNG = Dumunung Kasunyatan (sampai pada level kenyataan) skala kepentingan sosial. Sehingga kita tanggap, tetangga kanan kiri kita masih ada yang kelaparan, kekurangan dan lain sebagainya.
Jangan pernah bermimpi untuk bisa Thoyyul ardhi / melipat bumi selama kita masih buta terhadap kesedihan tetangga dan saudara-saudara yang membutuhkan uluran tangan kita. 
Para Auliya’ agar tidak terlalu mencolok saat prkatik Grayang Praba, setiap saat mereka berdoa untuk kemaslahatan kanan kirinya, serta berdoa untuk kedamaian dan kesejahteraan mereka.       
JUMENENGAN TEMEN
Bantala,  64 Kawignyan 1 Y


Jum'at Pahing, 1 Juni 2018 M / 16 Ramadhan 1439 H.
YAA WAAJIDU (Yang Maha Menemukan)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PRAKTIK NANG, NING DAN NUNG DALAM SOSRO JALMO"